UCHIHA SASUKE

UCHIHA SASUKE
UCHIHA SASUKE

Kamis, 19 Juni 2014

PERKEMBANGAN GEREJA SETELAH PARA RASUL



Tantangan dan Hambatan
Setelah masa para rasul, gereja Kristen mengalami banyak perubahan dan terus berkembang, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Gereja tumbuh di mana-mana dari Yerusalem terus merambat ke daerah-daerah pesisir laut tengah,  masuk sampai ke Siria, Turki, Yunani, Itali, Kartago, Afrika Utara, Mesir, Alexandria, dan daerah-daerah Balkan.
Pada awalnya gereja sangat dipengaruhi oleh Kekuasaan dan Budaya setempat, bila di tempat/Negara tersebut sang Kaiser atau Raja penyembah berhala atau kafir, maka pertumbuhan kekristenan atau gereja mengalami hambatan bahkan penindasan yang menyebabkan mereka terusir, dikejar-kejar dan di bunuh secara sadis, bahkan ada yang dibakar hidup-hidup seperti :   Polycarpus, Yustinus Martir,  Blandina, Felexcitas dan lain-lain.
Ajaran-ajaran Filsafat Yunanipun terus merongrong kehidupan gereja,  misalnya ajaran Sekte Gnostik , Sekte Marcion,  Sekte Montanisme dan ajaran-ajaran Moralis Platonisme lainnya.
Demikian pula ajaran-ajaran kafir dengan ritual-ritual penyembahan berhala dan
Dewa-dewanya, sangat mempengaruhi perjalanan gereja; misalnya ritual persembahan korban kepada Dewa atau Berhala sebagai upaya untuk mendapatkan ganjaran yang positif dari Dewa/Berhala yang disembah;   maka ada gereja yang mengajarkan umatnya  berbuat amal baik sebanyak mungkin untuk mendapatkan balasan atau keselamatan jiwa dari Tuhan,  sehingga keselamatan itu bukan lagi karena Anugerah tetapi karena upaya dan kekuatan manusia.
·         Sekte Gnostik.
Gnostik berarti Pengetahuan atau Hikmat;  menurut ajaran ini :
-      Hanya orang yang memiliki Gnosis yang dapat memahami kehendak Allah dan dengan Hikmat tinggi yang dimiliki dapat membawa orang tersebut kepada jalan keselamatan.
-      Sebagian kecil dari Roh Allah yang suci itu ada di dalam manusia dan terus berusaha melepaskan diri dari cekraman tubuh manusia yang najis itu.
-      Dunia yang rusak, bobrok dan penuh dengan ketidaksempurnaan ini,  diciptakan oleh sang penciptaNya yang tidak cakap,  tidak sempurna atau allah yang lebih rendah yang disebut Domiurgos,  sehingga hasilnya menunjukkan kualitas yang rendah.
-      Oleh pengajaran Tuhan Yesus, Roh suci itu diajak untuk melepaskan diri dari tubuh manusia,  agar dapat menyatu kembali dengan sumbernya yaitu Allah yang maha suci dan maha mulia.
·         Sekte Marcion
Marcion orang yang terkaya di Sinope di pesisir laut hitam,  Ia bangkit dengan ajaran barunya tentang Injil dan berhasil mendirikan satu gereja sendiri.  Karena mendapat perlawanan dari Negara lama-kelamaan gereja Marcion lenyap dengan sendirinya. Lahirnya sekte ini karena kekecewaan dan kekesalan Marcion terhadap gereja yang telah meninggalkan ajaran Injil dan Rasul Paulus tentang keselamatan manusia karena Anugerah Allah semata-mata. Atau keselamatan oleh Iman,  bukan karena upaya dan kekuatan manusia;  menurut Marcion gereja telah menganut ajaran Moralisme Yunani yang Platonisme .
Dikatakan,  bahwa Allah itu maha sempurna,  maha baik dan maha bijaksana, jadi menurut Marcion tidak mungkin Allah yang demikian itu telah menciptakan dunia yang tidak sempurna penuh kemesuman dan ketidakadilan; sehingga Marcion berkesimpulan bahwa Pencipta dunia ini adalah Allah yang rendah derajatnya tidak cakap dan tidak sempurna, oleh karena itu hasil ciptaannya adalah dunia yang tidak sempurna penuh dengan ketidak adilan. Pendapatnya ini mirip benar dengan ajaran gnostic,  tetapi sebenarnya Marcion bukan orang gnostik.
Selanjutnya Marcion mengatakan khalik dunia yang tidak sempurna ini adalah Allah Perjanjian Lama yang lebih rendah dan tidak sempurna;   lalu Tuhan Yesus datang diutus oleh Allah Perjanjian Baru yaiutu Allah yang maha tinggi dan maha mulia,  untuk menyempurnakan dunia dan menyelamatkan umat manusia dari kebinasaan akibat dari ketidaksempurnaan khalik dunia ini;   hal ini menyebabkan Allah khalik Perjanjian Lama ini merasa terancam, lalu Ia merancang pembunuhan terhadap Yesus. Dalam ajarannya Marcion menolak kedatangan Kristus untuk yang kedua kalinya dan juga menolak ajaran kebangkitan orang mati/daging; dengan demikian nyatalah bahwa sebenarnya ajaran Marcionbertolak belakang dengan ajaran Paulus, karena dalam ajaran Paulus Allah perjanjian lama yang memberikan taurat adalah juga Allah perjanjian baru.
demikian pula dengan sikap Marcion yang dengan terang-terang menolak perjanjian lama serta membagi kitab perjanjian baru atas kitab-kitab yang sah dan kitab-kitab yang tidak sah menurut ukurannya sendiri. Kitab injil yang diakkuinya hanya kitab Lukas karena tidak berbau yahudi, sedangkan surat-surat para rasul hanya surat Rasul Paulus yang dipakainya dengan pengecualian surat kepada Timotius dan Titus.
Pada hakekatnya ajaran Marcion  bertolak dari kekecewaannya, hendak menegakkan kembali ajaran Injil dan Rasul Paulus tentang Iman dan Keselamatan,  namun dia tetap tidak bisa keluar dari tradisi filosofi Yunani yang Platonisme, sehingga ajarannya dan komunitasnya di tolak oleh gereja.
·         Sekte Montanisme
Sekte ini dipelopori oleh Montanus dengan di bantu oleh dua orang Nabiah yaitu Pricila dan Maximilla.
Ciri khas dari sekte ini,  mereka selalu berbicara dalam bahasa Roh atau gloselalia , apabila ada orang yang kemasukan Roh,  maka orang tersebut akan pingsan tidak ssadarkan diri , lalu orang tersebut berbicara dalam bahasa yang asing dan itulah yang dikatakan bahasa Roh atau gloselalia.
Penganut ajaran sekte ini menganggap mereka ada dalam Roh sehingga mereka lebih suci dari orang lain dan karena kesucian itu,  setiap janda  dilarang untuk kawin lagi;   dan setiap tokoh dalam sekte ini dianjurkan untuk hidup selibat/tidak kawin,  karena dengan tidak kawin mereka akan lebih dekat dengan Tuhan dan menjadi lebih suci dari orang yang kawin.
Sekte ini membebani umatnya dengan larangan yang keras dan kewajiban-kewajiban yang sangat berat,  sehingga tidak dapat dilaksanakan secara 100% oleh umatnya.
Dan menurut ajaran sekte ini darah orang yang mati sahit adalah anak kunci untuk masuk Firdaus, orang yang mati tersebut menjadi pahlawan bagi kaumnya.
Roh yang berbicara melalui orang yang gloselalia adalah Firman yang disampaikan kepada manusia.    Jadi menurut mereka bahasa roh nilainya sama bahkan dianggap lebih tinggi dari berita Injil yang sudah ada,  tetapi bagaimana bahasa Roh yang dikatakan sebagai Firman itu dapat dimengerti bila tidak ada yang dapat menerjemahkan atau mengartikannya? Disinilah pokok perbantahannya, karena bagi orang yang dapat mengartikan bahasa Roh itu,  nantinya akan mendapat status yang lebih terhormat dari orang yang berbahasa Roh itu.
Perkembangan gerejapun tidak terlepas dari beda pendapat antar Uskup dan antar para Theolog Kristen,  tentang penafsiran dan pandangan masing-masing mengenai tata ibadat, Sakramen dan dasar-dasar Theologia.
-     Misalnya beda pendapat antara Uskup Kartago Cyprianus dan Uskup Roma Cornelius di satu sisi dan Presbiter Novatianus di sisi lain tentang Dosa berat.     Apakah gereja dapat memberikan pengampunan atau tidak,  karena dosa berat adalah dosa yang membawa maut bagi orang tersebut.
Menurut Cyprianus dan Cornelius dosa berat dapat diberi pengampunan oleh gereja,  tetapi Presbiter Novatianus dan pengikutnya menolak keputusan tersebut lalu memisahkan diri dari gereja.
-     Uskup Victor memisahkan diri dari jemaatnya  di Asia,  karena jemaat tersebut tidak menerima keputusannya tentang tangggal perayaan hari raya kebangkitan Tuhan Yesus.
-     Uskup Stefanus dari Roma melarang membaptis ulang orang-orang dari gereja sekte dan orang murtat yang beralih atau kembali ke Gereja Katolik Roma,  karena menganggap baptisan terdahulu tetap sah dan berlaku.
Pendapat ini ditolak oleh Uskup Cyprianus karena menurutnya di luar Gereja Katolik tidak ada keselamatan dan pejabat-pejabat gereja sekte tidak mewarisi Hak dan Kuasa Rasul,  oleh karena itu sakramen yang dilakukan oleh mereka tidak sah.
-     Tertulianus mengatakan :
·      Allah berzat satu tetapi berpribadi 3.
·      Tuhan Yesus adalah satu Pribadi dengan 2 tabiat.
·      Logos adalah zat Ilahi yang lebih rendah dari Allah.
-     Irenius mengatakan “Logos adalah juga Allah”.
-     Origenes mengatakan “Logos adalah satu zat yang lebih rendah dari Allah atau setengah Allah,  atau Allah kedua”.
-     Filsafat Yunani : “Logos adalah zat yang lebih rendah atau setengah Allah”.
-     Theologia Apologet mengatakan : “Allah menciptakan Logos dalam rangkaian waktu sebagai suatu Roh yang berpribadi dan dengan Logos itu Allah menciptakan segala sesuatu yang ada;   untuk menyelamatkan manusia dari ancaman maut karena dosa mereka,   Logos diutus ke bumi dengan menjelma dalam tubuh manusia Yesus.

  • Uskup Agustinus Vs Pelagius

Uskup Agustinus berpendapat bahwa Allah adalah zat yang sempurna,  asal mula segala kebahagian dan keselamatan.
Tentang Roti dan Anggur Perjamuan Kudus,  Agustinus menolak ajaran Transsubstansiasi Katolik Roma (tentang perubahan roti dan air anggur menjadi benar-benar tubuh dan darah Kristus) Agustinus membedakan antara tanda dan yang ditandakan atau lambang dan yang dilambangkan,  Roti dan Anggur  adalah tanda/lambang,  sedangkan Tubuh dan Darah Kristus adalah yang ditandakan atau yang dilambangkan.
Agustinus juga mengatakan Iman bukanlah jasa perbuatan manusia, tetapi karena Rahmat Allah dan hanya manusia tertentu yang telah ditentukan Tuhan untuk mendapatkan Rahmat Nya (predestinasi),  artinya tujuan hidup manusia telah ditentukan atau ditakdirkan / diprediksikan oleh Tuhan sebelum manusia itu dilahirkan.
Pada mulanya manusia diciptakan oleh Tuhan dengan sempurna,  Adam diberi kehendak yang bebas sehingga ia dapat memilih jalan mana untuk keselamatannya;  taat dan patuh kepada Penciptanya / Allah atau melawan kehendak Penciptanya dan menuruti kehendaknya sendiri;  Adam jatuh dalam dosa karena pilihannya sendiri. Akibatnya persekutuan dengan Allah terputus,  Ia harus binasa karena dosanya. Didalam Adam seluruh keturunannya berdosa dan dosa ini turun kepada seluruh turunan Adam,  sehingga seluruh umat manusia ada dalam kebinasaan sebagai kutukan.  Tetapi Allah menentukan sejumlah manusia tertentu untuk mendapat rahmatNya untuk diselamatkan kelak. Tetapi manusia itu tidak mengetahui bila dia telah dipilih dan ditentukan untuk diselamatkan,  oleh karena itu manusia tersebut harus berjuang untuk membuktikan bahwa dia termasuk orang yang telah dipilih dan ditentukan untuk mendapat rahmat Allah yaitu keselamatan.
Pendapat Agustinus ini mendapat perlawanan dari Rahib Britania yang tinggal di Roma yaitu Pelagius,  Pelagius mengatakan dosa Adam tidak menghilangkan kehendak bebas manusia,  tiap manusia dilahirkan dengan tidak bercacat,  sama seperti Adam di Firdaus. Jadi dosa turunan tidak diakuinya,  dosa bukan dalam tabiat manusia melainkan dalam kehendaknya;   bila manusia itu berkehendak jahat maka berdosalah dia.    Dosa itu tidak diwariskan turun temurun, tetapi teladan Adam yang jahat itu yang ditiru oleh keturunannya,  demikian seterusnya untuk generasi-generasi dibawahnya.
Kematian manusia bukan akibat dosa,  tetapi hukum alam,  dibatasi oleh ruang dan waktu. Keselamatan hanya diperoleh manusia sebagai pahala karena amal baik dan kebajikannya yang dilakukan menurut kehendak bebas yang dimilikinya.
Pertannyaannya, jika keselamatan hanya beralaskan pemilihan dan rahmat,  maka dimanakah penawaran keselamatan itu? dan dimanakah tanggung jawab manusia, ? pertikaian tentang pertanyaan ini terus memanas digereja-gereja barat.
Kaum semi Pelagius,  mencari solusi jalan kompromi dengan ajaran mereka. Dikatakan bahwa dengan jatuhnya Adam dalam dosa,  kehendak manusia hanya dilemahkan, sehingga manusia tidak dapat memilih dengan tepat,  dalam hal ini manusia hanya dibuat sakit saja tidak mati,  oleh karena itu kekuatan manusia sendiri tidak mampu untuk mencapai keselamatan,  manusia butuh pertolongan rahmat Allah.  Kehendak bebas manusia harus menerima pertolongan dari rahmat Allah ini agar dia dapat memperjuangkan keselamatannya.

  • Presbiter Arius Vs Uskup Alexander .

Pada tahun 318 timbul perselisihan pendapat di gereja Alexandria antara Uskup Alexander dan Presbiter Arius.   Arius mengatakan tidak mungkin Tuhan Yesus dikatakan “setengah Allah”. Menurutnya apabila kita percaya kepada satu Allah saja maka ada dua kemungkin,  YESUS juga Allah atau YEYUS bukan Allah. Arius berkesimpulan bahwa Anak atau Logos adalah makhluk Tuhan yang sulung dengan derajatnya yang tinggi. Yesus bukan dari kekal,  tetapi diciptakan dalam batas zaman sama seperti manusia yang dibatasi oleh ruang dan waktu.  Logos datang ke bumi sebagai teladan dan pengajar bagi manusia.
Alexander menolak pendapat Arius,  karena menurutnya bila hal tersebut benar maka itu berarti Injil ditiadakan;   jika yesus hanya sebagai mahkluk saja maka mustahillah kedatangan Logos sebagai pernyataan Allah kepada manusia dan mustahil pula Logos atau Yesus sebagai juruslamat manusia.   Alexander dengan yakin menyatakan bahwa Logos itu adalah Allah sendiri dan sudah ada sebelum dunia ini ada.
Persilihan pendapat tentang logos ini meresahkan seluruh gereja timur,  maka untuk mendamaikan atau untuk menjamin keesaan gereja, kaisar Constantinus menyarankan diadakan Konsili Oekumenis bersidang di Nicea dekat Constantinopel pada tahun 325 dan Konsili tersebut dipimpin langsung oleh sang Kaiser dengan peserta + 300 Uskup. Dalam sidang itu Arius dan pengikutnya disalahkan dan  ajarannya dikatakan sebagai ajaran sesat,  Arius dipecat dan diasingkan dari gereja.   Sidang Konsili Nicea berhasil merumuskan kesepakatan iman bahwa “Logos atau Anak Homo usios dengan Bapa”, yang berarti anak se zat atau sehakekat dengan Bapa”.
Hasil sidang Konsili ini diteruskan dan dipelopori oleh Athanasius dalam melawan pengaruh filsafat Yunani terhadap Theologia Kristen.  Selain itu Athanasius juga terus berjuang melawan pengikut-pengikut Arius atau kaum Arian.
Ketika Athanasius menjadi Uskup Alexandria menggantikan Alexander,  bersamaan dengan itu di Constantinopel Eusibius menjadi Uskup Constantinopel,  Eusibius adalah sahabat karib Arius dengan demikian dia adalah penganut Arianisme,  sehingga membawa pertikaian antara gereja Alexandria pimpinan uskup Athanasius melawan gereja Constantinopel pimpinan uskup Eusibius;   tetapi gereja Katolik Roma memihak kepada Athanasius dan menyatakan sependapat serta mendukung pendapat Athanasius bahwa “Anak se zat dengan Bapa dalam segala hal”.
Dimasa pemerintahan Kaisar Constantinus yunior anak dari Constantinus Agung yang adalah penganut Arian dan pengikut Arius, mendesak gereja untuk mengikuti rumusannya bahwa , “Anak atau Logos adalah Homo ios Bapa atau zat Logos menyerupai zat Bapa”,  sebagai jalan tengah untuk perdamaian,  tetapi Arius dan pengikutnya tetap bahwa “Anak itu an Homo ios Bapa”,  atau anak itu tidak menyerupai Bapa”.
Athanasius tetap dengan keyakinannya,  bahwa “Logos sehakekat dan se zat dengan Bapa” walaupun Logos dan Bapa itu harus dibedakan tetapi pada hakekatnya adalah satu.   Pertikaian ini baru berakhir setelah Theodosius Agung yang anti Arian menjadi Kaiser tahun 379, kemudian mengadakan sidang Konsili Oekumenis ke II di Constantinopel pada tahun 381.
Hasil sidang Konsili ini memutuskan bahwa “Anak adalah Homo usios dengan Bapa” dan diputuskan pula bahwa “Roh Kudus adalah se zat dengan Bapa” sesuai ajaran Athanasius.   Keputusan sidang Konsili ke II ini merupakan pengukuhan dari Keputusan Konsili I di Nicea yang dirumuskan kembali secara tegas dan jelas,   sebagai berikut :
“Aku percaya kepada satu Tuhan,   Yesus Kristus anak Allah yang tunggal,  yang lahir dari sang Bapa sebelum ada segala zaman,  Allah dari Allah,  terang dari terang,   Allah yang sejati dari Allah yang sejati,   diperanakkan bukan dibuat,  sehakekat dengan sang Bapa yang dengan perantaraanNya segala sesuatu dibuat,  yang telah turun dari sorga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita”.

ALLAH TRI TUNGGAL
Gereja Katolik Roma/gereja-gereja barat dan gereja-gereja timur masih berbeda pendapat tentang trinitas; ahli-ahli theologia di timur mengakui bahwa ketiga oknum itu adalah Esa, namun gereja-gereja timur tidak sependapat kalau Roh Kudus itu keluar juga dari sang Anak/Tuhan Yesus, karena hal tersebut akan merendahkan derajat Roh Kudus, karena bersumber dari sang Anak, maka Roh Kudus itu menjadi lebih rendah dari Sang Anak, gereja-gereja timur hanya percaya bahwa Roh Kudus itu keluar dari Allah/Bapa, tidak keluar dari sang Anak.
Sedangkan gereja-gereja barat/gereja Katolik Roma menyatakan bahwa ketiga oknum itu tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah, karena Roh Kudus itu keluar dari Sang Bapa dan juga keluar dari Sang Anak (Ajaran Athanasius). oleh karena itu dikenal ada Roh Kudus yang keluar dari Bapa dan ada Roh Kudus yang keluar dari Anak/Tuhan Yesus, dengan demikian ada dua Roh Kudus yang keluar dari dua sumber yang berbeda.
Perbedaan penafsiran ini masih berkepanjangan sampai saat ini belum ada penyelesaiannya.
GEREJA DAN PENGUASA ROMAWI
Pada awal perjalanan gereja selanjutnya,  sebagai pengganti para Rasul di angkat Presbiter-Presbiter,  kemudian para Presbiter ini mengangkat Uskup-Uskup untuk melaksanakan tugas Imamat sehingga para Presbiter dapat focus pada tugas penginjilan,  dengan tetap membantu Uskup dan dibantu pula oleh para Diaken yang melakukan tugas Diakonia.
Perkembangan selanjutnya, pada pertengahan abad ke IV gereja Katolik Roma memandang perlu diangkatnya seorang Paus untuk menjadi wakil Kristus di bumi dan sebagai perantara antara manusia dengan Tuhan. Dengan kebijakan ini timbul pertannyaan, “siapakah yang mewarisi Kuasa para Rasul untuk melanjutkan tugas kerasulan yang telah ditinggalkan,  apakah Paus atau para Uskup ?  dan apakah benar dapat dibuktikan secara alkitabiah,  bahwa Tuhan Yesus telah mendelegasikan kuasaNya kepada manusia tertentu untuk menjadi wakilNya di bumi ?
Pokok pikiran inilah yang menyulut gerakan-gerakan pembaharuan di tubuh gereja Katolik Roma,  karena dengan adanya Paus gereja telah ditata secara hierarkhie keduniawian,  sebab di bawah Paus ada para cardinal yang membawahi beberapa keuskupan / uskup dan dibawah Uskup ada pastor-pastor yang memimpin gereja di suatu wilayah tertentu.
Organisasi gereja yang hierarkhi ini mendapat penolakan dari gereja di Asia dan disekeliling pesisir laut tengah dan gereja di Afrika Utara,  yang berakhir dengan pemisahan antara gereja Katolik Roma / Gereja-gereja Barat dan gereja-gereja Timur disekeliling pesisir laut tengah , sebagian Asia dan Afrika Utara yang disebut gereja-gereja timur atau gereja-gereja Ortodoks atau gereja Katolik Gerika.   Gereja Katolik Gerika atau gereja-gereja timur menolak adanya Paus,  karena menurut mereka yang mewarisi kuasa Rasul adalah Uskup bukan Paus.
Dengan tidak tertatanya organisasi gereja di gereja-gereja timur ini menyebabkan gereja ini tidak mengalami perkembangan yang signifikan, berbeda dengan perkembangan gereja-gereja barat atau gereja Katolik Roma yang terus merambat dunia Eropa dan akhirnya menjadi Negara Agama Katolik Roma Sedunia dipimpin oleh Paus, maka dengan demikian perjalanan gereja Kristen ada di dua persimpangan jalan yang berbeda yaitu Agama atau Gereja Katolik Roma dengan yang Non Katolik Roma.
Sosok Paus dalam gereja Katolik Roma adalah manusia Suci dan tidak bisa salah dalam kehidupannya,  oleh karena itu setiap sabdanya,  pendapatnya, perintahnya adalah suci,  harus dipatuhi dan dilaksanakan,  sehingga umat lebih mendengar kepada Paus dari pada membaca Alkitab.
Memasuki abad III pasang surut gereja Katolik Roma seirama dengan pasang surutnya Kekaisaran Romawi. Puncak penderitaan atau penindasan terhadap gereja pada akhir abad ke II adalah pada zaman Kaisar Diocletianus, kemudian oleh kaisar Galerius dari tahun 303-311. Pada waktu itu Perwira-perwira dan pegawai-pegawai negeri yang beragama Kristen/Katolik diberhentikan dan setiap penduduk yang beragama Kristen di kekaisaran Romawi kehilangan haknya, gedung-gedung gereja dirusak, buku-buku dan kitab suci Kristen dibakar, banyak orang Kristen dan para Uskup di  bunuh, namun gereja Kristen tetap hidup dalam hati setiap umatnya. Akhirnya pada saat menjelang ajalnya kaisar Galerius memberi perintah untuk mengakhiri penindasan terhadap gereja dan umatnya.
Pada tahun 312 Constantinus Agung merebut tahkta dan memerintah Kekaisaran Romawi bagian barat, kemudian setelah Ia naik tahkta, Ia pun masuk Kristen. Adik iparnya yang bernama Licinius berhasil merebut kekuasaan atas Kekaisaran Romawi bagian timur, lalu pada tahun 313 keduanya mengikat perjanjian yang disebut perjanjian Milano yang secara garis besar berisi perlindungan bagi gereja dan seluruh umatnya, segala harta benda gereja yang dirampas akan dikembalikan dan kerugian-kerugian diperhitungkan untuk dikembalikan, seluruh bangunan gereja yang dirusak akan dibangun kembali.
Selanjutnya pada tahun 324 terjadi penyatuan kekaisaran Romawi Barat dan Timur dibawah kekuasaan Constantinus, tidak jelas apakah ini karena kesepakatan atau karena perebutan kekuasaan.
Constantinus mulai membersihkan kekaisarannya dari pengaruh-pengaruh bidat-bidat atau sekte-sekte, seperti sekte Gnostik, Marcion, Montanus, Novatianus dan lain-lain, tetapi agama kafir/penyembah berhala atau dewa-dewa tidak mendapat perhatiannya dan dibiarkan terus berkembang.
Kemudian Constantinus digantikan oleh kaisar Julianus Apostata dari tahun 361-363 walaupun dalam waktu sangat singkat pemerintahannya kembali menindas gereja, seluruh pejabat pemerintahan yang beragama Kristen disingkirkan, kepercayaan kafir/penyembahan terhadap dewa-dewa dihidupkan kembali.  Usahanya untuk membangun satu gereja kafir menggantikan gereja Kristen tidak kesampaian karena kaisar mati dalam peperangan melawan orang Persia.
Selanjutnya kekaisaran Romawi beralih ke Theodosius Agung, lalu pada tahun 380 kaisar mengeluarkan peratuaran, agar setiap penduduk kekaisarannya harus menyatakan sumpah dengan mengikrarkan Iman Katolik dari gereja resmi sesuai ajaran Uskup Roma dan Uskup Alexandria. Pengakuan iman ini adalah kewajiban hukum setiap warga terhadap Negara, sedangkan bagi penganut agama Kafir atau penyembah berhala atau para dewa adalah pelanggaran yang harus dihukum. Sejak saat itu agama Katolik Roma menjadi agama Negara dan kaisar berhak ikut serta dalam pengaturan gereja terutama yang menyangkut kepentingan umat harus dengan keputusan sang kaisar.
Setelah Theodosius Agung meninggal pada tahun 395 kekaisaran Romawi terpecah menjadi, kekaisaran barat dan kekaisaran timur. Kekaisaran barat mengalami kekosongan pemerintahan, sehingga dengan mudah dibanjiri oleh orang-orang Jerman yang terusir dari negeri mereka, sedangkan dibagian timur pemerintahan kekaisaran dipegang oleh Justianus dari tahun 527-565.
Justianus mendirikan gedung gereja terbesar di Constantinopel yang diberi nama Hagia Sophia (Hikmat Suci). Setelah Justianus kekaisaran Romawi Timur berangsur-angsur lenyap dan dikuasai oleh Islam, gereja Hagia Sophia beralih fungsi menjadi masjid, demikian pula gereja-gereja timur lainnya tidak luput dari pengaruh Islam dan berangsur-angsur lenyap atau redup.
Kekaisaran Romawi barat yang telah dipenuhi oleh pendatang baru dari jerman, membuat para Uskup meningkatkan kewaspadaan karena orang-orang Jerman ini penganut Arianisme; berkenaan dengan  kekosongan pemerintahan, maka sang Uskup dipandang layak oleh penduduk untuk menjadi pemimpin dan penguasa.
Hal ini tidak disia-siakan oleh Uskup Romawi lalu mulai berbenah diri, ambisi untuk menguasai Katolik Roma sedunia sudah terbayang; lalu mereka sepakat untuk mengangkat seorang paus yang berperan sebagai wakil kristus dibumi dan bertahkta diatas tahkta suci Petrus di Roma, sehingga dengan demikian seluruh Uskup Katolik Roma yang tersebar diseluruh negeri harus tunduk pada paus sebagai pemimpin gereja dan penguasa, pada saat itu sebagai paus I diangkat Leo I tahun 450.
Paus Leo I berhasil menduaniakan Katolik Roma keseluruh penjuru Eropa sampai ke Britania. Kemudian dilanjutkan oleh paus berikutnya dan terjadi perpecahan menurut wilayah Negara/kerajaan yang terbesar saat itu, yaitu Jerman, Prancis/Gallia dan Italia, sehingga terdapat tiga orang paus agama Katolik Roma. Kemudian dipersatukan kembali oleh paus Gregorius Agung di Itali (590-604) karena mereka sepakat bahwa paus harus berkedudukan di Roma karena di Romalah tahkta suci santo Petrus berada. Paus Gregorius mengeluarkan doktrin-doktrin yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh gereja Katolik Roma, antara lain :
-     Tentang Api Penyucian.
Setiap orang yang mati akan masuk api penyucian, dalam api penyucian ini almarhum harus melunasi segala sisa dosanya agar mendapatkan keselamatan. Untuk mendukung dan membantu almarhum, keluarganya yang masih hidup dapat mendoakannya (doa untuk arwah), atau melakukan penebusan untuknya dengan cara Penitensia (penebusan dosa dengan amal).
-     Tentang Maria yang diangkat statusnya menjadi Bunda Allah dan sekaligus menjadi orang kudus yang lebih tinggi statusnya dari orang-orang Kudus lainnya.
-     Tentang pemujaan terhadap orang-orang kudus dan Relikwinya (barang-barang peninggalan orang Kudus misalnya, jubbah, salib, tongkat dan lain-lain).
-     Tentang ajaran Transsubstansiasi.
Bahwa Roti dan Anggur perjamuan kudus setelah didoakan oleh Imam/pemimpin Ibadah saat itu juga Roti dan Anggur tersebut menjadi benar-benar tubuh dan darah Kristus. Jadi Roti dan Anggur itu tidak dimaknai sebagai lambang atau sekedar tanda. (1215 baru secara resmi disahkan oleh Paus Innocentius III)
-     Upacara perjamuan kudus itu dipandang sebagai ulangan dari korban kristus di golgota. Jadi Roti dan Anggur yang adalah tubuh dan darah Kristus itu dijadikan korban persembahan lagi untuk keselamatan umat.
Dan masih banyak lagi ajaran-ajaran/doktrin-doktrin lainnya yang ditetapkan oleh paus-paus berikutnya, yang mana semua ini mendapat penolakan dari sebagian gereja-gereja timur yang masih tersisa termasuk pula oleh sebagian Uskup atau ahli-ahli Theologia Katolik Roma sendiri.


PERINTIS REFORMASI
John Wiclif
John Wiclif hidup di Inggris sebagai guru besar di Oxford, dia sebagai penggerak perlawanan terhadap pemerintahan paus pada abad XIII.
John Wiclif menentang ajaran Katolik Roma tentang Transsubstansiasi perjamuan kudus, karena ritual pelaksanaannya sama dengan penyembahan berhala dengan menganggap Roti dan Anggur sebagai benar-benar Tuhan. Paus dengan segala doktrin-doktrin yang menyimpang dari alkitab dikatakannya sebagai antikris.
Susunan organisasi gereja secara hierarkhie menunjukan sifat keduniawian, sehingga ditentang oleh John Wiclif, demikian pula dengan pemujaan terhadap orang-orang kudus santo dan santa, serta mendoakan arwah orang yang sudah mati, dipandangnya sebagai ritual kafir dan tidak alkitabiah. Akibat perlawanannya ini, John Wiclif dikutuk oleh paus dan oleh gereja Katolik Roma, namun sampai akhir hayatnya tahun 1384 John Wiclif tetap mendapat dukungan dari raja dan para bangsawan serta sebagian besar rakyat Inggris.
Johannes Hus 1369-1415.
Johannes Hus adalah seorang guru besar dan penghotbah terkenal di Praha, Ia meneruskan ajaran-ajaran John Wiclif kepada mahasiswanya dan kepada umat Kristen di Bohemia; walaupun Johannes Hus sebagai penerus John Wiclif, namun dia tidak menolak ajaran Transsubstansiasi tentang perjamuan kudus, sikapnya yang mendua ini menjadi pertanyaan di banyak kalangan “apakah karena ketakutannya terhadap paus dan gereja?” atau karena memang keyakinannya. Bagaimanapun gereja tetap memvonisnya sebagai penyesat dan akhirnya Johannes Hus ditangkap dan di bakar hidup-hidup pada tanggal 6 Juli 1415 bersama seorang temannya.

ERA REFORMASI
Banyak orang Kristen menganggap bahwa Katolik Roma atau Roma Katolik adalah agama atau gereja yang lebih dahulu ada dari agama Kristen atau gereja Kristen.
Inilah pemahaman yang keliru akibat dari ketidak tahuan akan sejarah Kekristenan ; sebelum Katolik Roma ada gereja Kristen atau agama Kristen sudah ada, berkembang mulai dari sinagoge-sinagoge di Palestina terus merambat keluar dari Palestina dan gereja-gereja mulai tumbuh di daerah pesisir laut tengah dan di antiokia untuk pertama kali mereka disebut Kristen, dalam perjalanan selanjutnya gereja-gereja Kristen ini disebut dengan gereja Katolik Gerika atau gereja Ortodoks.   Setelah Katolik Gerika ini berhasil mengkristenkan kekaisaran Romawi dan selanjutnya Katolik Gerika ini diterima penduduk maka lahirlah agama Katolik Roma yang membedakan diri dengan Katolik Gerika/Kristen yang mula-mula.
Katolik Roma terus berkembang dan penyimpangan/penyelewengan terhadap Alkitabpun makin menjadi-jadi setelah memasuki abad ke XV yang menyebabkan timbulnya gerakan-gerakan pembaharuan menentang segala penyimpangan terhadap Alkitab. Perlawanan ini dimulai dari John Wiclif, Johanes Hus, kemudian oleh Marthin Luther dan Zwingli, lalu di lanjutkan oleh John Calvin dan John Knox.
Di Jerman gerakan pembaharuan atau Reformasi ini mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, mulai dari istana Raja sampai ke pedesaan kalangan rakyat jelata, demikian pula di Jenew a, Prancis, Belanda dan Inggris. Tujuan Reformasi pada hakekatnya untuk menegakkan kebenaran kitab suci Alkitab dan mengembalikan gereja kepada ajaran kitab suci atau kebenaran Alkitab, bukan untuk mendirikan agama baru yang memberontak terhadap Katolik Roma.
Tetapi karena Katolik Roma menolak pembaharuan yang diperjuangkan, maka pihak yang memperjuangkan Reformasi ini tampil memisahkan diri dari Katolik Roma, dan dikenal dengan Kristen Protestan yang lahir dari agama/gereja Katolik Roma, sebagai kelompok orang-orang yang sadar akan kesalahannya dan mau kembali kepada jalan yang benar sesuai Alkitab atau kembali pada eksistensi gereja mula-mula yang untuk pertama kali mereka disebut Kristen.
Marthin Luther.
Marthin Luther lahir pada tanggal 10 November 1483 di Eisleben Prov Gaxony Jerman, ayahnya bernama Hans Luther dan ibunya bernama Margarethe. Orang tuanya bercita-cita agar Marthin Luther menjadi seorang ahli hukum, maka Marthin Luther pada 1501 dimasukkan ke sekolah filsafat di Erfurt agar nantinya dapat meneruskan ke falkutas hukum (sekolah tinggi ilmu Hukum).
Pada tahun 1505 Marthin Luther berhasil melanjutkan ke pendidikan ilmu hukum, tetapi beberapa waktu kemudian terjadi perubahan besar dalam kehidupan Marthin Luther yang sangat menekan suasana kebathinannya.
Marthin Luther merasa dirinya sangat terbeban dengan dosa-dosanya dan dia merasa sangat jauh dari harapan akan keselamatan yang diajarkan di gereja oleh para Uskup. Marthin Luther terus berupaya untuk keselamatan jiwanya dengan melakukan seluruh ajaran gereja Katolik Roma, berbuat amal baik sebanyak-banyaknya, menyiksa diri, berpuasa, dan seluruh sakramen gereja dipatuhi, dia juga mendoakan arwah dari kakek dan neneknya.
Dari perubahan sikap dan perilakunya ini Marthin Luther mendapat pujian sebagai seorang yang setia pada ajaran gereja. Kemudian pada saat Marthin Luther dalam perjalanan kerumahnya, turun hujan lebat disertai petir yang sambung menyambung, seolah-olah hendak menghajarnya. Sebagai orang berdosa ditengah hujan badai itu, dia bertelut dan menyerahkan diri dan berdoa memohon keselamatan dari Santa Ana dan bernazar bila dia luput dari petir yang sambar menyambar ini, dia akan menjalani hidup kerahiban/menjadi rahib; seketika itu juga petir berhenti dan selanjutnya ia pun memenuhi nazarnya, lalu masuk ke biara Augustin. Didalam biara inilah Marthin Luther dapat dengan bebas membaca dan mempelajari kitab suci Alkitab, baik perjanjian lama maupun perjanjian baru; surat Roma I : 16-17 menjadi titik balik bagi kehidupannya dan makin kuat desakan bathinnya untuk mengungkap kebenaran yang sesungguhnya dan menentang penyimpangan, baik yang diajarkan maupun yang dilakukan oleh gereja. Setelah 2 tahun lebih Marthin Luther mempelajari theologi Katolik Roma dalam biara tersebut, akhirnya dia di tabiskan menjadi imam pada tahun1507, dan pada tahun 1512 Marthin Luther mencapai gelar Doktor Thelogia, lalu menjadi guru besar ilmu tafsir Alkitab serta memimpin dan menjadi penilik sebelas biara Ordo Augustin disamping sebagai penghotbah di gereja Wittenberg.
Setiap hotbah atau sajian pelajarannya selalu bermuara pada firman Tuhan dalam Roma I : 16-17 terutama kalimat terakhir dari ayat 17  “orang benar akan hidup oleh Iman”. Berdasarkan firman ini, Marthin Luther mengerti bahwa segala perbuatan manusia, meski sangat baik dan saleh sekalipun, semuanya tidak berharga di hadirat Tuhan.     Marthin Luther tidak percaya lagi bahwa segala amal baik dan dosa manusia akan diperhitungkan satu persatu, lalu debet dan kreditnya akan menentukan saldo keselamatan atau kebinasaan.
Marthin Luther mulai sadar, bahwa kebenaran Allah tidak lain dari pada suatu pemberian yang dianugerahkan kepada manusia sebagai hidup yang kekal dan pemberian kebenaran itu harus disambut dengan iman. Menurut Marthin Luther inilah kebenaran Allah yaitu kebenaran yang diterima manusia bukan dari hasil usaha dan kekuatannya.   Jadi kata Marthin Luther : “Tuhan yang rahmani itu membenarkan manusia dengan rahmat dan oleh iman saja”. Ajaran gereja yang menyatakan bahwa rahmat Allah dicurahkan kedalam manusia melalui sakramen, adalah suatu kesalahan penafsiran kalau bukan suatu kebohongan, karena menurutnya keselamatan itu hanya dapat disambut dengan iman, bukan oleh sakramen.

PERTIKAIAN TENTANG INDULGENSIA

Praktek penjualan surat penghapusan siksa atau indulgensia telah meledakkan gerakan reformasi di jerman. Hal ini merupakan klimaks pergolakan bathin Marthin Luther, setelah mengetahui latar belakang penjualan surat indulgensia tersebut.
Pada waktu itu uskup agung Albrecht dari Mainz mengambil alih dua daerah keuskupan lain yang tidak ada uskupnya, sehingga uskup mendapat tuaian pendapatan tiga kali lipat. Kebijakan ini mendapat penolakan dari Paus Leo X di Roma, kecuali Albrecht bersedia membayar 10.000 keping uang emas kepada paus sebagai simoni/imbalan dari jabatannya kepada gereja. Guna memenuhi tuntutan simony itu Albrecht meminjam dari Bank Fugger di Augs burg, yang selanjutnya tidak dapat dilunasinya.
Sebagai jalan keluar paus menyarankan agar Albrecht memperdagangkan surat indulgensia (penghapusan siksa api penyucian) di seluruh wilayah keuskupannya dan hasilnya sebagian untuk melunasi hutang, sebagian lagi disetor kepada paus untuk biaya pembangunan gedung gereja sato Petrus di Roma.
Penjualan indulgensia ini mendapat sambutan positif dari umat, karena mereka memang telah terbius oleh hotbah-hotbah yang menakutkan tentang api penyucian, sehingga surat indulgensia ini bagi umat merupakan jaminan terbebaskan dari siksa dalam api penyucian dan sekaligus sebagai tiket ke sorga.
Marthin Luther yang terlebih dahulu telah menyangsikan ajaran-ajaran gereja yang menyimpang dari ajaran alkitab tidak dapat menahan diri lagi, dengan spontan dia memprotes dan menyatakan penolakannya, menantang kebijakan paus tentang penjualan indulgensia tersebut. Selanjutnya Marthin Luther menginfentarisir seluruh penyimpangan alkitab yang dilakukan oleh gereja katolik roma dan terdapat 95 penyimpangan.   95 penyimpangan itu ditulis lalu ditempelkan pada papan kemudian dipakukan disamping pintu gerbang gereja istana Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517 dengan mengundang para cendikiawan serta para theolog katolik roma untuk melakukan debat terbuka tentang penyimpangan gereja tersebut.
Debat terbuka tidak pernah terjadi, tetapi 95 butir penyimpangan itu telah menjadi bahan pembicaraan diseluruh jerman;  percetakan dan massmedia jerman mengutip 95 penyimpangan itu dan diberitakan keseluruh dunia Eropa.
Para uskup di jerman pun tidak berani memperdebatkan hal tersebut secara langsung dengan Marthin Luther, mereka hanya menyatakan bahwa ajaran Marthin Luther adalah sesat dalam setiap hotbah mereka, tetapi Marthin Luther dengan tegar pada setiap kesempatan berhotbah atau mengajar, dia menjelaskan dengan rinci setiap penyimpangan itu dengan berpedoman pada ajaran alkitab.
Istana paus dan seluruh keuskupan roma gempar, paus mengeluarkan keputusan mengutuk Marthin Luther dan menetapkannya sebagai penyesat yang patut mendapat hukuman gereja, karena Marthin Luther tetap menentang dan tidak mau menarik pernyataan nya itu.
Paus Leo X memerintahkan kardinal Cajetanus orang italia dari Ordo Dominikan memeriksa Marthin Luther; dalam debat itu Marthin Luther menjelaskan kembali semua penyimpangan itu dari sudut pandang alkitab, selanjutnya Marthin Luther meminta agar dia diadili langsung oleh paus.
Paus Leo X mengutus lagi seorang ahli theologi katolik roma bernama John Ech untuk memperdebatkan ajaran sesat Marthin Luther tersebut, dalam debat itu john Ech tidak dapat melanjutkan pertanyaannya ketika dia diminta oleh Marthin Luther menunjukkan dasar-dasar alkitabiah tentang kebijakan dan ajaran-ajaran gereja yang menyimpang tersebut.
Selanjutnya Marthin Luther mempertanyakan hak dan kuasa paus dalam alkitab sebagai orang suci/kudus yang terpilih untuk mewakili kristus di bumi; dengan lantang Marthin Luther menyatakan bahwa paus tidak mempunyai kuasa atas api penyucian, dan api penyucian itu sendiri tidak ada dasarnya dalam alkitab.   
Para raja dan Kaiser, serta pejabat-pejabat gereja saling bersebrangan karena banyak diantara mereka yang memihak pada Marthin Luther dan sebagian kecil saja yang memihak pada paus; Marthin Luther mendapat dukungan dan perlindungan dari raja Frederik serta kaum bangsawan sampai kaum petani di pedesaan. Atas dukungan para sahabatnya Marthin Luther terus menulis buku-buku dan diktat-diktat yang terfokus pada upaya menyadarkan para pimpinan gereja untuk kembali kepada kemurnian Alkitab.
Paus dengan kutukannya terhadap Marthin Luther terus mendesak dan menekan agar Marthin Luther menarik pernyataan-pernyataan nya, kemudian membujuk Kaiser Karl V untuk menyingkirkan Marthin Luther dan ajaran sesatnya itu.   Kaiser mengadakan sidang kekaiseran di WORMS dan mengundang Marthin Luther memberi penjelasan tentang ajaran ajaran sesatnya itu; para sahabat Marthin Luther menasihatinya untuk tidak memenuhi undangan tersebut, mereka sangat menguatirkan keselamatan Marthin Luther, tetapi Marthin Luther tetap pergi menghadiri sidang kekaiseran tersebut,  di hadapan para Raja, Kaiser dan para Theolog Katolik Roma  Marthin Luther membacakan pembelaannya lalu di tutup dengan firman Tuhan dalam Roma  1 ayat 17 “orang benar akan hidup oleh iman”,   tetapi sidang itu tetap memihak pada Paus.  
Dalam perjalanan pulang, ditengah hutan Marthin Luther dengan keretanya dihadang oleh sepasukan bersenjata, Marthin Luther ditangkap dengan mata tertutup dia dilarikan kesuatu tempat yang tidak diketahuinya. Orang-orang dan para sahabatnya tidak mengetahui bagaimana nasib Marthin Luther, mereka mengira Marthin Luther telah dibunuh; tetapi sebenarnya hal tersebut dilakukan atas perintah Raja Frederik yang sangat menguatirkan keselamatan Marthin Luther, sehingga dia perlu dilindungi dan melarangnya untuk bepergian kemana-mana, karena ada pihak-pihak yang menginginkan kematian Marthin Luther sesegera mungkin.
Dari tempat persembunyiannya itu dengan menggunakan nama samaran Junker Georg, Marthin Luther terus menulis buku-buku dan tulisan-tulisan lainnya untuk dijadikan pegangan bagi para sahabatnyadalam menghadapi gereja katolik roma dan orang  -orang suruhan paus; tulisan-tulisan tersebut dikirim bukan saja kepada para sahabatnya, tetapi dikirim juga kepada para uskkup gereja dimana Marthin Luther sering berhotbah dan kepada para pemimpin biara tempat dimana Marthin Luther sering mengajar, oleh para sahabatnya tulisan-tulisan itu diperbanyak dan disebarkan kepada para pendukung lainnya;  karyatulisnya memberikan inspirasi sebagai kabar penemuan injil yang benar lalu  gerakan reformasi dirubah menjadi gerakan INJILI. Kelompok mereka disebut Protestan karena sikap kritis dalam setiap sidang Kekaisaran, terus memprotes paus dan gereja Katolik Roma. Pada tahun 1526 gereja Injili I berdiri di Saksendan Hessen, Di bawah pimpinan Raja masing-masing, yaitu Johan Frederik dan Philip.  
Marthin Luther meninggal pada tanggal 18 Februari 1546 di kota kelahirannya Eisleben meninggalkan seorang istri bernama Katarina Von Bora mantan biarawati yang dinikahinya pada tanggal 13 Juli 1525, Marthin Luther di makamkan pada tanggal 22 Februari 1546 di halaman gereja istana Wittenberg.
Pertikaian antara Kristen Protestan dengan Katolik Roma yang mendapat dukungan dari penguasa/kaisar Karel V makin sengit, sampai pada tahun 1547 dalam pertempuran di Muhlberg Raja Philip dengan Raja Frederik di tangkap dan di tahan oleh kaisar.
Pada tahun 1552 kedua raja tersebut dilepas kembali untuk meredam gejolak masyarakat sambil menunggu sidang kenegaraan untuk penyelesaian pertikaian tersebut.
Sidang kenegaraan itu akhirnya dilaksanakan di Angsburg pada tahun 1555 sebagai solusi untuk penyelesaian pertikaian dan berakhir dengan kesepakatan dari dua pihak yang bertikai serta dukungan para penguasa, kaisar dan raja-raja dari kedua pihak; bahwa agama Reformasi atau Kristen Protestan di akui sebagai Agama resmi yang setara dan memiliki hak yang sama dengan Agama Katolik Roma.

 ULRICH ZWINGLI 1484-1531

Berbicara tentang Marthin Luther sebagai Reformator kita tidak dapat mengabaikan Zwingli yang hidup sezaman dengan Marthin Luther sebagai salah satu pejuang Reformasi yang gigih menentang ajaran Katolik Roma yang menyimpang dari Alkitab. Walaupun keduanya sama-sama sebagai Reformator,  tetapi keduanya berbeda latar belakang :
·         Marthin Luther berlatar belakang Theologi Katolik Roma sebagai Doktor Theologia, sedangkan Zwingli berlatar belakang Theologia Scholastik dan Humanis Scholastik.
·         Marthin Luther dalam perjuangannya lebih menitik beratkan pada Theologia dan kemurnian Alkitab,  sedangkan Zwingli selain pada kemurnian Alkitab,  Dia juga mengadakan pembaharuan gereja secara lahiriah atau pembersihan gereja dari anasir-anasir yang tidak Alkitabiah.
·         Marthin Luther basis perjuangannya di  Jerman, sedangkan Zwingli di Swiss.

Tahun 1518 Zwingli dipanggil untuk menjadi Pendeta Tentara di Zurich dan ditugaskan memimpin gereja di kota tersebut.
Dari pengalaman Pendeta ini, Zwingli meninggalkan ajaran theologia scholastik lalu mulai mendalami ajaran-ajaran Marthin Luther dengan terlebih dahulu menginventarisir seluruh buku dan tulisan Marthin Luther untuk dipelajarinya.
Zwingli juga mengamati  dengan cermat setiap debat terbuka antara Marthin Luther dengan Penguasa-penguasa, Para Uskup Katolik  Roma dan Para ahli theology Katolik Roma serta para cendikiawan agama Katolik Roma. Dari hasil debat tersebut, Zwingli  mendapat inspirasi dan kekuatan moril sehingga dia percaya bahwa perjuangannya ada di jalan yang benar.
Tahun 1520 Zwingli mulai aktif mengkritisi segala penyimpangan Alkitab oleh gereja Katolik Roma melalui khotbah-khotbahnya dan pada setiap kesempatan dalam pertemuan dengan para tokoh agama Katolik Roma.
Tanggal 29 Januari 1523 Dewan Kota Zurich mengadakan debat terbuka antara Zwingli dengan para theolog Katolik Roma. Dalam debat tersebut Zwingli menguraikan 67 dalil pembaruan gereja yang diperjuangkannya agar kembali pada kemurnian alkitab.
Dari debat ini Zwingli mendapat dukungan dari Dewan kota dengan ditetapkannya peraturan bagi setiap Penghotbah harus memberitakan kebenaran dan kemurnian injil Kristus dalam setiap hotbah mereka; jadi dalam hal ini gereja diajak untuk kembali kepada kemurnian dan kebenaran Injil Kristus.
Peraturan tersebut telah membangkitkan semangat pembaruan di kalangan umat sehingga mereka dengan berani memasuki gedung-gedung gereja untuk membersihkan gereja dari segala anasir yang tidak alkitabiah, patung-patung dan salib-salib dikeluarkan dari gereja lalu di hancurkan, mezbah pengorbanan diganti dengan meja perjamuan.
Zwingli merubah Upacara misa pengorbanan Kristus dalam setiap perjamuan kudus, diganti dengan kebaktian biasa yang lebih sederhana, sehingga dalam  perjamuan kudus tidak ada lagi upacara pengorbanan Tubuh dan Darah Kristus sebagai upaya manusia untuk mendapatkan keselamatan.
Dari seluruh aktifitas tersebut, yang lebih prinsip dalam upaya pembaruan adalah tentang ajaran Transsubstansiasi perjamuan kudus Katolik Roma; karena Mathin Luther tetap mengakui ajaran Transsubstansiasi  perjamuan kudus,  dengan argumen bahwa ketika Tuhan Yesus mengambil Roti perjamuan paskah itu, Tuhan Yesus berkata : “Inilah Tubuhku ….”.
Jadi menurut ajaran Transsubstansiasi  Roti dan Anggur perjamuan kudus itu setelah didoakan oleh Imam atau Pemimpin ibadah, seketika itu juga Roti dan Anggur tersebut menjadi benar-benar Tubuh dan Darah Kristus.
Zwingli menolak dengan keras ajaran transsubstansiasi tersebut, karena menurut Zwingli pada saat Tuhan Yesus mengatakan “Inilah Tubuhku ….”, tidak serta merta Roti dan Anggur itu berubah menjadi Tubuh dan Darah Tuhan Yesus. Saat itu Tuhan Yesus hanya ingin menunjukan bahwa Roti perjamuan itu sebagai kiasan dari TubuhNya yang akan dikorbankan demi penebusan dosa manusia. Karena ketika Tuhan Yesus mengatakan : “Inilah Tubuhku”, saat itu Tubuh Tuhan Yesus belum menjadi korban penebusan dosa,  tubuh Tuhan Yesus masih utuh, artinya masih ada sebagaimana adanya saat itu.
Beda pendapat ini merambat sampai kepada kalangan umat masing-masing  yang  mengakibatkan seluruh umat/pengikut Marthin Luther di Jerman bagian selatan beralih mengikuti Zwingli,  hal ini menyebabkan kemarahan Marthin Luther kepada Zwingli.
Untuk menyatukan perbedaan pendapat ini Raja Philip dari Hessen mengajak Marthin Luther untuk mengadakan debat terbuka dengan Zwingli, guna membahas perbedaan pandangan theologis tersebut.
Pertemuan debat terbuka dilaksanakan pada awal Oktober 1529 di kota Marburg; dalam debat tersebut masing-masing pihak tetap dengan pendirian dan Pandangan masing-masing sehingga berakhir tanpa hasil.
  .Setelah perdebatan itu, Marthin Luther merenungkan kembali materi perdebatan  mereka, lalu dalam hatinya Marthin Luther sadar bahwa ajaran Transsubstansiasi perjamuan kudus Katolik Roma adalah suatu kesalahan.  Menurut Marthin Luther, yang benar adalah Konsubstansiasi,  karena substansiasi dari materi Roti dan Anggur tidak pernah berubah menjadi substansi Zat atau materi yang lain,  melainkan substansi Ilahi dari Tubuh dan Darah Kristus yang mendiami atau hadir pada materi Roti dan Anggur tersebut setelah di doakan. Untuk menjelaskan hal tersebut, Marthin Luther mengibaratkannya seperti Besi Pijar, besi itu tidak pernah berubah menjadi api yang berpijar, tetapi besi itu berpijar karena kehadiran panasnya api yang membakar; demikian pula dengan kehadiran Kristus dalam Roti dan Anggur perjamuan tersebut.
Jadi Roti dan Anggur perjamuan tidak berubah menjadi Tubuh dan Darah Tuhan Yesus, tetapi dalam Roti dan Anggur perjamuan itu hadir Tubuh dan Darah Tuhan Yesus setelah di doakan.

JOHANNES  CALVIN 1509-1564
Johannes Calvin lahir di kota Noyon Perancis Utara pada tanggal 10 juli 1509, Ayahnya pegawai keuskupan,  ibunya meninggal ketika Ia masih remaja.
Pada tahun 1523 Calvin masuk sekolah Latin di Paris,  mempelajari ilmu Humanisme dan Scholastik,  Setelah Calvin menamatkan pendidikannya Ia melanjutkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Hukum di Orlean, tetapi setelah ayahnya meninggal pada tahun 1531 Calvin kembali ke Paris dan memperdalam Ilmu Humanisme. Tahun 1532 Calvin menyelesaikan penulisan bukunya yang  I dengan judul  “Hati Yang Lembut ”  berisi uraian moralis humanis. Pada tahun 1533 terjadi perubahan dalam kualitas hidup Calvin, Dia mulai meninggalkan ajaran Humanis dan berbalik dari tokoh Humanis Erasmus kepada tokoh injili dan Reformasi Marthen Luther,  hidupnya sekarang hanya untuk pemberitaan Injil Kristus. Atas rencana dan kehendak Tuhan maka Calvin terjun langsung dalam perjuangan Reformasi.  Calvin menulis bukunya yang  II  “Pengajaran Agama Kristen”  yang disebut Institutio atau  “Christianae Religionis Institutio”  terbit pada tahun 1536 dengan tidak menyebut nama penulisnya dan selanjutnya kitab ini menjadi dogma Reformasi.
Setelah penerbitan bukunya Calvin berangkat ke Italia Utara,  kemudian dalam perjalanan kembali  ke Strasburg, Calvin singgah di Jenewa Swis.  Kedatangan Calvin di Jenewa disambut dengan gembira oleh Pendeta Injili Willem Farel yang sangat bersimpati atas buku-buku karya Calvin yang telah memberikan masukan dan dukungan moril baginya dalam pelaksanaan tugas penginjilan di Jenewa.
Willem Farel sangat mendesak agar Calvin mau menetap di Swis atau Jenewa untuk membantunya dalam tugas-tugas  Reformasi  gereja di Swis,  tetapi dengan keras Calvin menolak permintaan tersebut karena merasa  tidak mempunyai bakat lapangan, tugas Reformasi bagi Calvin cukup dengan paparan dalam buku-buku yang ditulisnya dan Dia berjanji akan terus menulis. Karena penolakan yang keras itu,  Pendeta Willem Farel dengan suara lantang berkata :  “Dengan nama Allah yang maha kuasa aku katakan  padamu, Jikalau engkau  tidak mau menyerahkan dirimu kepada pekerjaan Tuhan ini,  Allah akan mengutuk  engkau,  karena engkau lebih mencari kehormatan diri sendiri,  daripada Kemuliaan Kristus.“
Mendengar hal tersebut, Calvin terdiam karena dalam ucapan Pendeta tersebut  Calvin mendengar suara panggilan Tuhan;  dan akhirnya Calvin memutuskan untuk tinggal di Jenewa bersama  Pendeta Willem Farel. Tugas pertama Calvin adalah menata gereja,  dalam upaya tersebut Calvin mulai dengan meniadakan aturan-aturan gereja yang bertentangan atau menyimpang dari Alkitab. Calvin melakukan pendidikan  Katekisasi  bagi umat, sehingga umat dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah;  Aturan selibat bagi pejabat gereja di hapus, upacara misa pengorbanan yang mengiringi perjamuan kudus,  diganti dengan kebaktian biasa secara sederhana;  perjamuan kudus dilakukan sekali sebulan dan bagi kaum awam diperkenankan  menerima Cawan anggur perjamuan. Dalam hal penegakan disiplin gereja, dilaksanakan sendiri oleh gereja,  tidak diserahkan kepada Kaisar atau Dewan kota karena hanya Kristus menjadi kepala gereja,  ini berbeda dengan penerapan disiplin gereja oleh Luther dan Zwingli yang menyerahkan kepada penguasa dunia,  Kaisar atau Dewan kota. Aturan disiplin Calvin ini mendapat perlawanan dari pemerintah/kaisar dan Dewan kota,  yang berakhir dengan diusirnya Calvin dan Willem Farel dari Jenewa,  keduanya dibuang ke Strasburg;  jemaat yang ditinggalkan dipimpin oleh Pendeta-Pendeta oleh dari Bern.
Setelah terjadi peralihan kekuasaan dewan kota Jenewa dan yang berkuasa adalah orang-orang injili teman seperjuangan Calvin, mereka membujuk Calvin dan Farel untuk kembali ke Jenewa, atas desakan temannya Calvin dan Farel menyetujui kembali ke Jenewa. Dengan kembalinya Calvin dan Farel pada tahun 1541, Calvin memulai tugasnya dengan menetapkan peraturan gereja secara baik dan benar.
                 Antara lain peraturan tentang pejabat –pejabat gereja atau jabatan-jabatan dalam gereja :
·        Peraturan tentang jabatan Pendeta serta tugas, kewajiban dan hak Pendeta.
·      Jabatan Pengajar (doctor),  bertugas untuk mengajar katekisasi dan theologia.
·      Jabatan Penatua,  untuk membantu Pendeta dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dan membina disiplin umat.
·      Jabatan Syamas (diaken) untuk tugas melayani jemaat yang sakit atau miskin.

Para Pendeta dan para penatua bersama-sama sebagai konsistori yaitu majelis gereja melayani kebutuhan rohani jemaat dan menegakkan disiplin gereja; seluruh pejabat gereja kepalanya adalah Kristus sebagai kepala gereja. Bila terjadi pelangggaran disiplin oleh umat, maka sanksi yang dijatuhkan harus bertahap;
Pertama bagi pelanggar dikenai hukuman teguran atau dinasehati dan melakukan pengakuan dosa.
Tahap berikut Penolakan dari Perjamuan Kudus,  terakhir pengucilan dari gereja.
Bila seluruh upaya tidak berhasil dan yang bersangkutan tetap berkeras kepala, maka orang tersebut diserahakn kepada pemerintah dunia  untuk dikenai sanksi sesuai aturan hukum  dunia yang berlaku (sanksi pidana).
Untuk meningkatkan  Pertumbuhan iman jemaatnya, Calvin menulis lagi beberapa buku sebagai bahan pelajaran bagi jemaat, antara lain buku “Katekismus Jenewa” berisi uraian tentang Iman, Hukum, Doa dan Sakramen.
Tatacara kebaktian gerejapun ditata kembali,  segala yang berbau Katolik Roma dikeluarkan dari gereja atau dihapus dari tata ibadah gereja dan seluruh ajaran Zwingli ditindaklanjuti oleh Calvin.
Pada tahun 1559 Calvin mendirikan Fakultas atau Sekolah Tinggi Theologia di Jenewa; banyak diikuti oleh Mahasiswa dari luar Jenewa misalnya dari, Belanda, Inggris, Skotlandia (John Knox), dari Jerman, Hungaria, Polandia, Denmark, dan diantara mahasiswa tersebut ada yang telah mendalami ajaran Marthin Luther. Melalui mereka inilah ajaran pembaruan Calvinis merambat dunia Eropa,  Amerika,  bahkan sampai ke Indonesia.

TENTANG PREDESTINASI

Pusat kepercayaan Calvin tidak lain dari pusat kepercayaan Marthin Luther  yakni Pembenaran orang berdosa oleh Yesus Kristus hanya oleh Iman, bukan oleh hasil usaha manusia. Calvin sangat menghormati Marthin Luther sebagai gurunya. Menurut Calvin, Marthin Luther adalah Pembaru Gereja yang jauh lebih tinggi dari Zwingli, tetapi dalam hal ajaran Predestinasi,  Calvin lebih mendekat kepada Zwingli. Walaupun Luther mengakui dan percaya tentang hal takdir Allah atau Predestinasi, tetapi jarang dibicarakan oleh Luther, berbeda dengan Zwingli dan Calvin yang meninjau Predestinasi dari Firman Tuhan dalam Alkitab, tidak menurut filsafat yunani yang platonisme.
Menurut Calvin di dunia ini terdapat  dua kelompok manusia dari sudut pandang predestinasi,  yaitu manusia yang menerima firman Tuhan dan percaya dengan imannya serta manusia yang menolaknya;  dibalik keputusan manusia itu terdapat keputusan Tuhan untuk memilih atau membuang,  diselamatkan atau dibinasakan, keputusan Tuhan ini telah di tetapkan dari semula sebelum manusia itu di lahirkan.  Tugas dan kewajiban orang percaya adalah membuktikan bahwa dirinya adalah benar orang yang  telah di tentukan untuk menerima keselamatan yang dianugerahkan itu,  dan proses pembuktian ini akan tampak dalam kehidupannya sehari-hari sebagai buah- buah iman.

TENTANG PERJAMUAN KUDUS

Tentang perjamuan kudus, Calvin mencoba menyatukan pandangan- pandangan yang berbeda antara Luther dan Zwingli, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pendapat Calvin sama saja dengan Zwingli yang menolak Transubstansi perjamuan kudus.  Calvin menolak pendapat Luther bahwa tubuh Kristus yang dipermuliakan itu dapat hadir dimana saja, seolah-olah tubuh manusiawi Yesus telah dihilangkan, sedangkan kenyataannya tubuh manusiawi itu masih tetap ada dan inilah yang ditunjukan oleh Yesus waktu Tuhan Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-NYA (Lukas 24:39)  Jadi adalah suatu kesalahan besar bila Roti dan Anggur itu dikatakan sebagai benar-benar Tubuh dan Darah Kristus,  atau Tuhan Yesus benar-benar  hadir dalam  Roti dan Anggur perjamuan tersebut. Menurut Calvin Roti dan Anggur perjamuan itu harus dipandang sebagai Tanda dan Materi anugerah kasih Allah dalam Yesus Kristus; oleh karena itu Calvin mengajar umatnya agar tidak berpaut pada Roti dan Anggur yang kelihatan itu,  tetapi lebih mengarahkan hati dan pikiran pada Roti dan Anggur yang tidak kelihatan itu,  yang saat ini ada di sebelah kanan Bapa di sorga.
Calvin tetap membedakan antara Tanda dengan yang ditandakan atau antara Lambang dengan yang dilambangkan,  tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan,  karena saat materi Roti dan Anggur diterima dengan mulut,  saat itu hati dan pikiran kita dipersatukan dengan Tubuh dan Darah Kristus yang ada di Sorga itu;  disinilah nilai rohaninya bukan pada materi Roti dan Anggurnya,  tetapi pada saat kita memakan Roti itu dan mengecap Anggur perjamuan itu,  hati dan pikiran kita tertuju pada Yesus Kristus yang telah menjadi korban untuk keselamatan kita.
                                                                                                           



Catatan                                                                           
Diangkat dari Buku Sejarah Gereja                           
Karangan Dr. H. Berkhof                                            
bersama Dr. I.H. Enklaar                                             
Cetakan  ke 5

                                                                                              Oleh : John Abatan, SH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar